Senin, 22 Oktober 2018
Home »
Berita Bola
» Prediksi Pertandingan888 - Dongeng Cinderella Bima Sakti di Timnas Indonesia
Prediksi Pertandingan888 - Dongeng Cinderella Bima Sakti di Timnas Indonesia
Prediksi Pertandingan888 - Bima Sakti resmi didapuk PSSI sebagai pelatih kepala Timnas Indonesia di Piala AFF 2018. Perjalanan karier pria asal Balikpapan tersebut bak dongeng ala Cinderella. Jatuh bangun penuh liku.
Macetnya proses negosiasi perpanjangan kontrak antara PSSI dengan Luis Milla menjadi berkah bagi Bima Sakti. Ia yang tadinya berstatus sebagai caretaker dan asisten Milla saat menukangi Tim Garuda di ajang SEA Games 2017 dan Asian Games 2018, naik pangkat.
Jabatan sebagai pelatih Timnas Indonesia, tak dibayangkan Bima bisa ia dapat secepat ini. Rekam jejak mantan pesepak bola kelahiran 23 Januari 1976 sebagai pelatih sebuah tim terhitung minim.
Sebelum berlabuh ke timnas, Bima hanya sempat jadi asisten pelatih Persiba Balikpapan.
Kesempatan jadi kepala didapat Bima saat diminta menggantikan Indra Sjafri menangani Timnas Indonesia U-19 usai hasil mengecewakan di Kualifikasi Piala AFC U-19 2018.
Namun, Bima hanya menikmati satu laga saja bersama Timnas U-19, yakni dalam uji coba kontra Jepang di Stadion Utama Gelora Bung Karno, Jakarta, pada 24 Maret 2018 silam. Kala itu Egy Maulana Vikri dkk. kalah 1-4. Setelah itu ia kembali menjalani tugasnya sebagai asisten Luis Milla.
Bima seperti mendapat durian runtuh, ketika PSSI dikejar waktu pelaksanaan Piala AFF 2018, mengambil keputusan pragmatis menujuk sang mantan kapten Timnas Primavera sebagai pelatih kepala Timnas Indonesia.
Pilihan yang logis, mengingat Timnas Indonesia hanya punya waktu kurang dari dua pekan untuk mempersiapkan diri sebelum mengawali langkah mengarungi persaingan penyisihan Piala AFF melawan Singapura pada 5 November.
Logis? Ya, Bima dianggap sebagai sosok pelatih yang dianggap paling mengenal karakter pemain-pemain Timnas Indonesia. Satu setengah tahun mendampingi Luis Milla, Bima terlibat aktif melakukan pemantauan pemain.
Bank data yang dibuat bareng Milla, dipakai Bima sebagai acuan pemanggilan pemain di tiga uji coba internasional terakhir jelang Piala AFF 2018. Kerja bareng dengan Milla, membuat Bima banyak dapat ilmu kepelatihan modern yang diusung arsitek asal Spanyol itu.
Program jangka panjang Milla bisa dilanjutkan setidaknya hingga Piala AFF, dengan mengandalkan Bima yang sudah paham medan yang dihadapinya.
Rapor Bima bersama Timnas Indonesia terhitung lumayan. Timnas Indonesia menang 1-0 atas Mauritius, 4-1 kontra Myanmar, dan bermain imbang 1-1 kontra Hong Kong. Permainan anak-anak Tim Merah-Putih di tiga laga tersebut dinilai banyak pengamat tak beda jauh dengan style bermain racikan Luis Milla.
"Saat Coach Luis di Spanyol saya intens melakukan komunikasi dengan yang bersangkutan. Timnas bermain sesuai pakem yang dijadikan standar selama satu setengah terakhir. Saya tidak melakukan perubahan banyak," ucap Bima.
Di sisi lain, para pemain Timnas Indonesia punya respek besar kepada Bima Sakti. Sang mentor terhitung pesepak bola legendaris Indonesia. Rekam jejak kariernya di Tim Garuda sebagai pemain mentereng.
Bima Sakti adalah idola pencinta sepak bola nasional di era 1990-an. Ia salah satu pemain belia yang sukses di program mercusuar PSSI pelatnas jangka panjang ke Italia berlabel Timnas Indonesia Primavera yang menghebohkan periode 1993-1995.
Bersinar saat Usia Belia
Karier Bima Sakti mengilap sejak usia muda. Sempat gagal seleksi di klub kota kelahirannya, Persiba Balikpapan Junior, Bima muda yang berkpribadian kuat memulai karier sepak bola di Persisam Samarinda U-15.
Di klub tersebut Bima masuk radar Timnas Primavera pada tahun 1993. Bima sendiri pertama kali merumput di tim amatir Ossiana Sakti.
Hari-hari pada masa kecilnya dihabiskan dengan berlatih sepak bola. Mulai pukul 5 pagi, Bima cilik selalu bermain bola sendirian di Lapangan Angkatan Udara Balikpapan yang ada di dekat rumahnya. Sepulang sekolah pun ia terus berlatih. Namun, kegiatan ini dilakukannya usai menjalankan tugas dari ibunya untuk membersihkan halaman rumah.
Di sana Bima melatih teknik bermainnya. Ia belajar menggocek, mengoper, hingga menendang. Kegigihannya kala itu dilihat oleh salah seorang wasit. Bima pun diberi buku panduan bermain sepak bola yang dipelajarinya.
Bukan hanya itu, gagal menembus Persiba Junior membuat Bima bisa belajar membuat komitmen. Ia membulatkan tekad dan menulisnya di kertas buku hariannya.
Di situ ia menyatakan bahwa ada masa depan ia ingin menjadi pemain sepak bola, memberangkatkan orang tua naik haji, dan membanggakan mereka. Belakangan, hal itu tercapai.
Di usia 17 tahun Bima Sakti beserta pemain-pemain muda potensial macam, Kurniawan Dwi Yulianto, Yeyen Tumena, Sutiono, Hendriyanto Nugroho, Sugiantoro, Kurnia Sandy, Aples Techuari, berkelana ke Kota Genoa, Italia, pada tahun 1993.
Mereka ditempa oleh arsitek asal Swedia, Tord Grip di Akademi Sampdoria. Saat itu Sampdoria jadi kekuatan menakutkan di pentas Serie A, di bawah asuhan Sven Goran Eriksson.
Bima yang jadi jenderal lapangan tengah Timnas Primavera popularitasnya melesat cepat. Lewat bakatnya ia mencicipi kompetisi Eropa. Ia dikontrak klub Swedia, Helsinborg IF. Gelandang pemilik tendangan geledek tersebut hanya semusim bermain Helsinborg pada periode 1995-1996.
Selain Bima, ada sosok Kurniawan Dwi Yulianto yang sempat berkiprah di klub Swiss, Luzern. Kurnia Sandy juga sempat dipinjam Sampdoria dalam lawatannya ke kawasan Asia.
Pulang ke Tanah Air bersama rekan-rekannya Bima berkarier di Liga Indonesia. Secara beriringan Bima jadi pelanggan Timnas Indonesia.
Ia digadang-gadang sebagai penerus Fakhri Husaini, playmaker andalan Tim Merah-Putih di era 1990-an. Uniknya keduanya dibesarkan di klub Borneo. Fakhri berkostum PKT Bontang.
Titik Nadir dan Semangat Bangkit
Balik lagi ke Indonesia kemudian bergabung dengan PKT Bontang dan Pelita Jaya. Dengan kepiawaiannya bermain di lini tengah, membuat PSM Makassar merekrutnya musim 1999. Ia turut andil membawa PSM Juara Liga Indonesia, sekaligus menjadi Pemain Terbaik Liga Indonesia.
Setelah membawa PSM Juara, pemilik tendangan keras dan akurat ini malang melintang dengan memperkuat beberapa klub Indonesia, seperti PSPS Pekanbaru, Persiba Balikpapan, Persema Malang, Mitra Kukar, hingga Persegres Gresik.
Bima menjalani debutnya saat memperkuat Timnas Indonesia level senior pada 1995 di SEA Games Thailand. Sejak saat itu, namanya tak terpisahkan dengan Tim Merah-Putih. Ia juga tercatat sebagai kapten tim pada kurun waktu 1999-2001. Sepanjang kariernya, Bima tercatat membela Timnas Indonesia sebanyak 55 laga.
Karier Bima tak selamanya di atas. Ia sempat ada di titik nadir pada tahun 2001, gara-gara cedera parah.
Sinar kebintangan meredup gara-gara tekel brutal pemain India, Bai Chung Bhutia, di semifinal Piala Ho Chi Minh di Vietnam, tahun 2002. Pemain yang dipinjam oleh Petrokimia Putra mengalami cedera parah dan terpaksa menepi selama sembilan bulan akibat patah tulang fibula dan engkel kaki kirinya mengalami pergeseran.
"Saat itu saya benar-benar pasrah. Terbayang kalau karier sepak bola saya tamat. Beruntung dukungan dari keluarga membuat saya pelan-pelan bisa pulih," kenang Bima.
Selepas pulih dari cedera, Bima Sakti mulai menata kembali kariernya dan kerap berpindah-pindah klub. Mulai PSPS Pekanbaru, Persiba Balikpapan hingga saat ini bersama Persiba Balikpapan.
Pasca cedera berat Bima pertama kali memperkuat PSPS Pekanbaru pada awal tahun 2003. Ia kesulitan menembus posisi inti. Total ia hanya bermain sebanyak enam kali dengan hanya dua di antaranya sebagai pemain inti. Menyakitkan buat pesepak bola sekelas Bima.
Bima mengaku punya perasaan trauma cedera. “Saya takut benturan. Psikologis saya benar-benar terganggu. Padahal, sejatinya cedera saya sudah pulih," ucapnya.
Selama setahun pelan-pelan ia mulai bisa mengatasi traumanya. Bima kembali membangun kepingan karier yang berserakan. Sayangnya, pasca cedera ia bisa dibilang tak lagi pernah dapat kesempatan membela Timnas Indonesia.
Walau sangat mengaku merindukan berkostum Tim Garuda, Bima sadar diri menghormati keputusan pelatih. Ia pilih fokus menjaga konsistensi kariernya di klub.
Di level klub, Bima yang dikenal sebagai sosok profesional, membuktikan diri dengan bisa berkarier panjang. Ia baru gantung sepatu di musim 2016 (terakhir bermain di Persiba Balikpapan) saat berusia 40 tahun dengan status kapten tim.
Di era kekinian mungkin hanya Bambang Pamungkas, Ismed Sofyan, serta Cristian Gonzales yang bisa menjaga eksistensi karier sebagai pesepak bola hingga usia uzur.
Perjuangan Bima Sakti untuk bisa survive menjaga kelangsungan karier sepak bolanya bisa jadi contoh bagi pemain-pemain yang kini menghuni skuat Timnas Indonesia.
Apalagi Bima tak sendirian menukangi Tim Garuda, ia didampingi sesama legenda Primavera, Kurniawan Dwi Yulianto (asisten pelatih) dan Kurnia Sandy (pelatih kiper). Kombinasi apik figur-figur yang disegani.
"Selain mengetahui cara bermain, Bima Sakti juga tahu metode latihan dan sudah mengenal pemain-pemain. Dengan adanya Bima Sakti, nilai positifnya adalah komunikasi menjadi lebih lancar," lanjut mantan asisten pelatih Tim Primavera Indonesia itu.
Pernyataan Danur, jadi pelecut bagi Bima untuk memberikan yang terbaik bagi Timnas Indonesia. Setelah membuktikan diri bisa bangkit dari keterpurukan, kini saatnya Bima menebus kegagalan prestasi saat jadi pemain dengan mempersembahkan trofi Piala AFF 2018 sebagai pelatih.
Baca Juga :
0 komentar:
Posting Komentar